Saya tinggal di salah satu perumahan yang
disebut-sebut sebagai perumahan terbesar di Timur Indonesia. Kompleks Perumahan
Bumi Tamalanrea Permai Makassar. Ada kisah yang menurut saya menarik dari
perumahan ini. Simak cerita saya sebagai salah satu ‘penunggunya’. Tulisan ini
diikutkan pada 8 Minggu Ngeblog bersama
Anging Mammiri, minggu pertama.
Semasa SMP, salah seorang sahabat kental
saya, tinggal di Kompleks BTP. Walaupun saya tinggal jauh dari rumahnya, saya
selalu berkunjung ke BTP jika ia mengajak saya, sebagai sahabat yang baik, saya
selalu mengiyakan. Perumahan yang cukup populer, pikir saya waktu itu karena
selain sahabat saya, kebanyakan teman-teman sekolah lainnya bertempat tinggal
di perumahan tersebut. Kesan pertama saya terhadap perumahan BTP adalah sebuah
perumahan yang ramai, padat serta langganan banjir! BTP terkenal dengan perumahan
yang selalu bermasalah dengan genangan air tiap tahun. Saya selalu tertawa
ketika dulu sering mendengar sindiran orang-orang yang menyebut BTP merupakan
singkatan dari Perumahan Banjir Terus Permai.
Beberapa tahun berjalan, saya lalu
mendapati diri saya berada di salah satu rumah di BTP, saya tidak sedang mengunjungi sahabat
SMP saya. Saya dan keluarga akhirnya, di pertengahan tahun 2002 resmi menjadi
warga dari perumahan yang diresmikan oleh mantan presiden, Alm. Soeharto di
tahun 1991. Kami pindah dari tempat tinggal kami yang
dulu di Kelurahan Paropo.
Satu hal yang kami khawatirkan dari rumah
ini, apakah akan menjadi korban banjir juga? Mengingat BTP selalu menjadi
langganan tetap banjir tiap tahun dan kami pun sekeluarga juga trauma dengan
banjir. Di rumah yang dulu pun kami selalu terkena banjir yang sangat parah dan
rutin terjadi tiap tahun, maka dari itu rumah lama kami mempunya lantai dua
yang berfungsi sebagai tempat mengungsi ketika kami kedatangan ‘tamu’ tiap
musim hujan. Menurut pemilik yang menjual ruko itu, ruko tersebut bebas banjir
karena posisinya yang lebih tinggi dari jalanan. Kami merasa lega. Musim hujan
datang juga dan memang air yang ada di jalanan tidak sampai masuk ke rumah,
tapiii, air yang berada dari bawah tanah-lah yang menjadi masalah. Air terus
menerus merembes dari pinggir tegel, tempat terparah ada di ruang dapur. Yah,
kami memang masih kebanjiran. Kami sekeluarga merasa ‘dikutuk’ karena
bertahun-tahun tidak bisa lepas dari banjir, namun satu hal yang kami syukuri
adalah banjir di rumah yang baru ini airnya lebih sedikit dan bersih tanpa
lumpur tidak seperti banjir di rumah lama, jadi saya dan keluarga tidak perlu
mengeluarkan tenaga yang lebih keras untuk ‘mencuci’ rumah kami.
Hal yang menarik ketika entah di tahun keberapa,
saya lupa waktu persisnya, di suatu musim penghujan dan di kondisi kebanjiran,
saya, ayah dan ibu menjalani keseharian kami. saat ayah saya membersihkan
banjir di rumah yang mulai surut, beliau mendapati air yang berbau minyak, lalu
ia mengikuti jejak minyak itu melalui pintu menuju halaman belakang, ayah
memanggil saya untuk memastikan jejak kilauan minyak itu berasal dari genangan
air di sekitar pompa air yang terletak di halaman belakang. Kami berdua saling
memandang dan tersenyum lebar. Benarkah ada sumber minyak di bawah tanah tempat
rumah kami berdiri? jika benar, kami berdua membayangkan rumah ini akan
terkenal, masuk TV dan kami akan menjadi kaya raya. Kejadian air bercampur
minyak ini terus menerus terjadi selama beberapa hari. Sehingga kami berdua
mengambil kesimpulan, sumber minyak benar-benar ada di bawah rumah kami! Namun,
setelah dilakukan penyelidikan lebih lanjut, ternyata air yang bercampur minyak
itu berasal dari tumpahan minyak tanah dari kompor minyak ibu yang beliau
letakkan tersembunyi di sudut tempat mencuci baju di halaman belakang. Saya dan
ayah kecewa, kami batal menjadi terkenal.
BTP tidak hanya diramaikan oleh manusia,
tapi gerombolan sapi yang entah darimana dan entah siapa pemiliknya juga
membuat kondisi kompleks perumahan ini semakin semrawut. Mereka sangat
menganggu. Memacetkan jalanan di BTP, buang kotoran sembarangan, membongkar
sampah warga yang diletakkan di depan rumah, memakan bunga-bunga yang ditanam
rapi oleh pemiliknya. Bagaimana jadinya jika salah satu sapi itu bisa saja
memakan bunga mahal milik warga, pemilik sapi mungkin harus menggantinya dengan
satu ekor sapinya.
sumber : http://bingkailensa.blogspot.com/2010_10_01_archive.html |
sumber : koleksi pribadi |
Saya pernah bekerja sebagai penyiar di
salah satu radio swasta di Makassar, salah satu program acara di radio itu
adalah menampung keluhan-keluhan warga Kota Makassar sekitar fasilitas dan
layanan publik yang nantinya akan dimediasikan dengan pihak terkait. Dan salah
satu keluhan terbanyak adalah sapi-sapi yang menganggu warga BTP. Suatu kali
seorang pendengar menelpon kami, yang seperti biasa mengeluhkan sapi-sapi yang
sering memacetkan jalanan di BTP, dari nada suaranya ada sedikit kemarahan. Di
ujung pembicaraan, bapak itu memberikan usulan, jika urusan sapi-sapi tersebut
belum juga diatasi, maka warga sepakat untuk memotongnya saja dan
membagi-bagikan dagingnya ke warga. Saya menahan ketawa mendengarnya, dan
menurut saya itu usul yang bagus karena saya pun juga merasakan kesusahan yang
sama dengan bapak itu. Urusan hewan ternak yang ada BTP ini sudah dimediasikan
berulang-ulang ke Dinas Pertanian dan Peternakan Kota Makassar, namun selama saya bekerja
disana hingga saya berhenti setahun kemudian, sapi-sapi itu masih saja
berkeliaran di sekitar rumah kami di BTP. Hmm, entah kenapa belum juga bisa
tertangani.
Perumahan BTP sebagai perumahan yang ramai
dan padat menjadi tempat yang strategis untuk membuka usaha. Di sepanjang jalan
poros perumahan, ruko berjejeran dengan berbagai macam bidang usaha. Yang
terbanyak adalah usaha kuliner. Jika Bulan Ramadhan tiba, perumahan ini berubah
menjadi pasar kaget menjelang buka puasa. Berbagai jajanan segala macam rupa
dijual. Semua orang tiba-tiba menjual makanan pa’buka. Ruko yang tadinya hanya menjual pulsa, bidang usahanya
bertambah dengan menjual Es Pisang Ijo dan Es Pallu Butung. Tak ketinggalan yang
tidak menjual pa’buka juga bisa mendapat untung dari menyewakan halaman rumah mereka untuk
ditempati orang lain berjualan. Berkah Ramadhan sangat terasa di BTP.
sumber : http://www.bisnis-kti.com/index.php/2012/07/harga-kedelai-berjualan-takjil-tanpa-tempe-di-makassar/ |
Ruko-ruko juga semakin menjamur di
perumahan ini dari waktu ke waktu. Spirit kewirausahaan warga BTP ditandai
dengan bangunan ruko yang banyak dan direnovasi secantik mungkin. Bangunan yang
tadinya hanya sebuah rumah biasa beberapa bulan kemudian bisa berubah menjadi
sebuah ruko yang menjulang tinggi. Tetangga saya juga ikutan merenovasi
rumahnya menjadi sebuah ruko bertingkat. Saya cukup terganggu karenanya, karena
hal itu menghalangi sinar matahari ke rumah kami. Dulu setiap sore, saya sering
menghabiskan waktu duduk di halaman belakang rumah, menunggu sunset yang
terlihat jelas dari situ, namun sejak tetangga kami membangun rumahnya yang
tinggi, saya tidak dapat melihatnya lagi. Kekesalan saya ini kemudian saya
tuangkan ke dalam sebuah tulisan sederhana berupa cerpen yang kemudian menjadi
salah satu pemenang kategori cerpen favorit di Lomba Menulis Cerpen Tingkat
Nasional di tahun 2009.
sumber : koleksi pribadi |
sumber : http://rumahdijual.com/makassar/77655-ruko-btp-3-lantai-tamalanrea-makassar.html |
Kota dalam kota. Saya menyebut perumahan
BTP seperti itu. Versi lebay-nya, seperti Vatikan yang berada di Negara
Italia. Sepertinya semua fasilitas sudah ada di perumahan ini. Sekolah dari
tingkat playgroup hingga sekolah tinggi (sekolah negeri dan swasta), minimarket
yang menjamur, Bank, ATM, PDAM, Polsek Tamalanrea, rumah sakit bersalin, toko
bahan bangunan, butik, warnet termasuk beberapa rumah makan ternama di Kota
Makassar juga membuka cabangnya di perumahan ini.
Sudah hampir setahun saya meninggalkan
Makassar saat saya memutuskan melanjutkan pendidikan di Pulau Jawa. Kesemrawutan
terkadang menjadi hal yang saya rindukan dari perumahan itu. Saya menunggu
bulan puasa untuk bisa pulang (berharap saya bisa pulang) karena ketika bulan
puasa tiba, aura kesemrwatuan di BTP menjadi lebih indah di mata saya.
Ket :
1. Pa’buka = sebutan untuk jajanan berbuka puasa.
2. Es Pallu Butung = es serut berbahan utama bubur Sumsum, di dalamnya ada
pisang kepok yang dikukus dan sirup DHT. Maknyoss.
1 komentar:
Kota di dalam kota untuk BTP...setuju kk :)
Posting Komentar