Diam adalah emas. Untuk beberapa kasus, hal ini memang betul. Kau tahu, aku mempelajarinya dari seorang teman yang pendiam namun, diamnya itu adalah emas.
Ia tidak banyak bicara, lebih memilih mendengarkan daripada didengarkan. Ia
adalah seseorang yang akan berhenti di tengah pembicaraannya ketika kau memotongnya
dengan cerita dirimu. Ia yang rela memilih diam dan membiarkanmu menyelesaikan
ceritamu. Ia yang akan bersemangat mendengarkanmu ketika kau menggebu-gebu
bercerita betapa senangnya kau hari itu. Ia yang jarang kau dengar keluhannnya ketika orang-orang
di sekelilingmu, termasuk dirimu mengeluhkan segala sesuatu yang terjadi tidak
sesuai dengan keinginanmu. Ia adalah orang yang akan selalu mengatakan “ya’’
ketika kau meminta bantuannya. Ia yang akan berpura-pura merasa kenyang ketika
dirinya membiarkanmu mengambil sebahagian jatah makan siangnya. Ia yang merasa
segan meminta bantuanmu ketika melihat dirimu sedang sibuk. Ia yang akan
menawarkan bantuannya ketika sedang melihatmu sudah terlalu sibuk.
Namun, tanpa kau sadari..
Ia adalah orang terakhir yang kau sebut namanya ketika kau mengabsen teman
terbaikmu. Ia yang kau biarkan kerepotan sendiri dengan pekerjaannya. Ia yang menjadi
“tempat sampah” mu ketika kau butuh teman curhat. Ia orang pertama yang kau
mintai tolong ketika kau kerepotan. Ia yang kau benci ketika ia melakukan
sedikit kesalahan padamu.
Dan baru kau sadari..
Ia sudah pergi. Tahukah kau? Ketika ia sudah pergi kau baru
menyadari betapa banyak kerjaan yang ia tinggalkan buatmu, kau mengeluh, namun pernahkah kau bayangkan ketika ia masih
menjadi partner kerjamu, ia sama sekali tak pernah mengeluh? dan kau berfikir, kok bisa dia mengerjakannnya sendiri selama ini tanpa ada keluhan.
Selama ini, ia hanya diam. dalam diamnya banyak sesuatu yang berharga yang tak pernah diperhatikan orang-orang. Diamnya adalah emas
Selama ini, ia hanya diam. dalam diamnya banyak sesuatu yang berharga yang tak pernah diperhatikan orang-orang. Diamnya adalah emas