![]() |
sumber: cynthiapray.blogspot.com |
Kemarin
malam, seperti biasa saya ketika “tidak ada kerjaan” saya meng-scroll lini masa
di twitter. Salah satu akun yang saya follow yaitu traveler DuoRansel sedang
meng-tweet pendapatnya tentang film 99 Cahaya di Langit Eropa, film yang
diangkat dari novel laris Hanum Rais. Kemarin premier film tersebut diputar di
Djakarta Theather dan juga dihadiri oleh Presiden SBY dan Ibu Ani, hal tersebut
juga diberitakan sejumlah akun berita.
Novel
99 Cahaya di Langit Eropa isinya memang menarik, itu pendapat saya dan mungkin
banyak yang setuju dengan hal tersebut karena buktinya novel ini menjadi laris
manis di pasaran. Isi bukunya memang
sudah tak perlu diragukan lagi tapi film nya? Saya cukup surprise ketika mengetahui bahwa rumah produksi yang membuat film
ini adalah Maxima Pictures. Yang belum ngeh,
mungkin akan bilang “lho emangnya kenapa?” Sebelum membuat film 99 Cahaya
di Langit Eropa ini, Maxima Pictures terkenal dengan film-film horor berbau
seks (atau seks berbau horor?) =D sebut saja Tali Pocong Perawan, Sumpah Pocong
di Sekolah, Susuk Pocong, Suster Keramas, Mati di Ranjang, Setan Budeg, Maling
Kutang, Menculik Miyabi, de el el el. Lalu ketika Production House ini membuat 99 Cahaya di Langit Eropa (disutradarai
oleh Guntur Soehajanto) yang notabenenya adalah film berbau islami, seperti rada gimana gitu ya? Kayak orang yang
dulunya sering minum kopi, tiba-tiba minum susu =D
![]() |
sumber: wikipedia |
Jujur
saya belum pernah menonton film-film yang dibuat oleh Maxima Pictures sebelumnya,
karena memang saya tidak tertarik menonton film horor Indonesia sekarang
(kecuali film horor jaman Suzanna). Saya berencana akan menonton 99 Cahaya di
Langit Eropa ini karena memang udah terlanjur jatuh cinta dengan bukunya.
Walaupun film ini dibuat oleh PH Maxima Pictures, semoga kualitasnya mendekati
dengan dengan isi bukunya karena memang ketika teks novel ‘diterjemahkan’ ke
dalam bentuk audio visual pasti tidak akan 100% sama. Yang saya harapkan, dan
juga mungkin pembaca novel 99 Cahaya di Langit Eropa adalah ruh dari novel ini tidak
hilang.
Salah
satu misi novelnya adalah untuk mengajak para muslim menapaki islam yang selama
ini mungkin tidak banyak diketahui banyak orang. Saat saya membaca bukunya,
saya merasa takjub dengan sisi lain dunia islam di Eropa yang terkuak di dalam
tulisan Hanum, selain deskripsi keindahan tempat-tempat bersejarah di Eropa
yang digambarkan begitu baik olehnya (maklum Mba Hanum cukup lama tinggal di
Eropa). Jadii..bukan hanya sekedar jalan-jalannya saja, ya hampir semua orang
ingin jalan-jalan ke Eropa, tapi behind
the history-nya itu yang lebih penting, dan saya harap ini juga yang akan
dibuktikan oleh Maxima Pictures dalam film 99 Cahaya di Langit Eropa. Karena saya
khawatir yang muncul justru keinginan untuk jalan-jalannya (ya memang ini penting)
dibandingkan mengambil makna pesan yang ingin disampaikan Hanum lewat novelnya.
Seperti di novelnya, Pada akhirnya, di
buku ini Anda akan menemukan bahwa Eropa tak sekadar Eiffel atau Colosseum.
Lebih... sungguh lebih daripada itu.
![]() |
sumber:detik hot |