Pages

Selasa, 29 Mei 2012

Berhentilah Mengeluh Karena Cuaca


Cobalah untuk tidak menghujat panasnya matahari..
Matahari ada untuk menyinari dunia tempatmu lahir,dibesarkan,hidup dan mencari nafkah
Bayangkan jika ia tak ada, kau akan meresa terheran-heran ketika kau harus berangkat kerja dalam keadaan gelap gulita.
Bayangkan jika, pakaian yang kau cuci, tak akan bisa kau pakai karena kau akan merasa tidak nyaman menggunakan pakaian basah.
Bayangkan jika gabah petani yang dijemur tidak akan berhasil menjadi beras karena tak ada panas matahari
Biarkanlah matahari bersinar apa adanya.
Panasnya tak bisa kau kendalikan layaknya sebuah microwave.
Bersyukurlah ia masih menemani siangmu dan akan pergi lagi meninggalkanmu di malam hari.

Cobalah untuk tidak menghujat derasnya hujan..
Hujan datang untuk mengabulkan doa-doamu..
Ia dikirim oleh-Nya sebagai "moment" yang tepat untuk kau panjatkan doa-doamu
Doa untuk bapak ibumu, doa minta rezeki, doa diberi kesehatan, doa diberi kekayaan, doa agar lulus ujian dengan nilai memuaskan, atau doa dipertemukan dengan jodohmu.
Apapun doamu, perbanyakalah di saat hujan turun. Semakin deras, semakin bagus. Peluang doamu untuk terkabulkan semakin besar.
Termasuk, ia juga turun untuk menjawab doa para petani yang sawahnya kekeringan
Doa tumbuh-tumbuhan yang meminta untuk disirami, ketika manusia tak memedulikan mereka.

Jangan menghujat ciptaan-Nya. Tapi berdzikirlah menyebut nama-Nya
(by_ipm)


Makassar. 29 Mei 2012

Di sela-sela jam kerja


Minggu, 13 Mei 2012

Dutch Creativity : Win Molen dengan Seribu Kebaikannya






Rumah Kincir Angin Cees Piet
Saya tidak mengedipkan mata, ketika melihat sebuah video di TV pagi itu. Seorang wanita cantik dengan aksen British yang kental, sedang memperkenalkan sebuah bangunan kincir angin (dalam bahasa Belanda:Win Molen) unik yang terletak di Alkmaar, Amsterdam, Belanda. Bukan sekedar kincir angin biasa, namun keluarga dari pemiliknya yang bernama Cees Piet, secara kreatif merenovasi kincir angin yang dibangun di tahun 1769 itu menjadi sebuah rumah tinggal yang indah! Pantas saja, profil rumah Piet diperkenalkan oleh presenter Ruth England, wanita yang saya lihat di TV, sebagai salah satu World’s Most Extreme Home. Tanpa menghilangkan fungsi awal dari kincirnya, yaitu sebagai tempat penggilingan jagung dan biji bunga, area lain “rumah” kincir angin tersebut, disulap menjadi sebuah rumah tinggal yang nyaman! Khayalan saya langsung terbang ke rumah kincir angin bersejarah tersebut dan membayangkan, bagaimana rasanya jika setiap hari kaki saya mondar mandir di atas lantainya yang telah berusia tiga abad. Si cantik, Ruth memang tidak salah ketika mengakhiri tournya di rumah Cees Piet dengan kalimat “This is Truly Extreme Home!”  
Setelah melihat acara ini, yang dulunya, saya sempat berfikir jika kegunaan kincir angin di Belanda hanya seputar irigasi, penggilingan gandum dan objek wisata, ternyata dengan kreativitas, kincir angin ini betul-betul menjadi multipurpose windmill!



Bicara mengenai kreatif dan inovasi, kedua hal tersebut memang sangat berkaitan. Bila ingin melakukan inovasi, maka kreativitas adalah hal mutlak yang diperlukan di dalamnya. Tanpa kreativitas, takkan lahir sebuah inovasi. Dan sudah tepat rasanya jika menyebut orang Belanda sebagai salah satu yang terkreatif, terbukti dengan masuknya Belanda ke dalam 10 besar  sebagai The Most Creative Country di tahun 2011. 

Kincir Angin dan Go Green
Terkadang memang kreativitas muncul dalam kondisi “terjepit”. Letak sebahagian besar wilayah negeri Belanda yang hampir sebahagian daratannya berada  di bawah permukaan laut membuatnya harus mencari cara agar negeri yang indah ini tidak tenggelam, yaitu dengan membangun kincir angin yang fungsinya  untuk mendorong air ke lautan sehingga membentuk daratan yang lebih luas.

Sumber

“Kebaikan” kincir angin ini tidak hanya sampai disitu saja. Efek kincir angin di Belanda juga terasa untuk urusan lingkungan dan sudah berlangsung sejak berabad-abad lalu. Belanda bisa maju karena kincir angin, yang bahkan sudah mulai ada di negeri oranye ini sejak abad ke-13, jauh sebelum revolusi industri di Inggris yang muncul di awal abad ke-19.

Revolusi industri di Inggris yang ditandai dengan berkembang mesin-mesin industri secara besar-besaran yang notabene tidak ramah lingkungan, kincir angin hadir untuk memudahkan pekerjaan tanpa merusak lingkungan. Salah satu contohnya adalah digunakan untuk mekanisasi penggergajian kayu secara besar-besaran, sehingga Belanda bisa memproduksi kapal kayu cukup banyak per tahun dan semua itu dilakukan bukan dengan alat yang bertenaga mesin, melainkan alat yang dihasilkan dari tenaga alam. Tidak menghasilkan polusi, tidak memerlukan bahan bakar, tidak menimbulkan efek rumah kaca, tidak menghasilkan zat berbahaya dan sampah radio aktif.

Yeah, kincir angin dan seribu “kebaikan” padanya. Mengeringkan lahan, menggiling hasil panen, menghaluskan gula tebu, irigasi, menggergaji, mengasah kayu, memproduksi kertas, potensi wisata yang bernilai jual tinggi bahkan menjadi tempat tinggal yang nyaman. 


Referensi : 









Jumat, 11 Mei 2012

Akan Kemanakah Setelah Lulus Kuliah


Ketika mencari buku di sebuah pusat perbelanjaan yang cukup terkenal di Kota Makassar, saya diarahkan oleh seorang karyawan perempuan cantik menuju rak-rak buku yang saya tanyakan padanya. Saya mendahuluinya setelah tangannya mengisyaratkan kepada saya sebuah rak yang memajang buku-buku yang sedang saya cari. Tapi belum sampai mendekati rak buku itu, mata saya sudah tertuju di rak buku lainnya yang berada tepat saling berhadapan dengan rak buku yang saya tuju, yang berada di sebelah kanan saya. Hmm, saya jadi bingung. Sebaiknya saya ke rak buku yang mana dulu? Apa saya harus ke rak buku sebelah kiri (tujuan utama saya ketika datang ke toko buku itu) atau ke rak buku sebelah kanan saya? (yang juga menarik perhatian saya)


Sebenarnya salah satu dari rak buku itu memajang segala buku yang berhubungan dengan ‘Mencari Pekerjaan’. Mulai dari “Contoh-contoh soal tes CPNS, BUMN dan swasta”, “Tips dan trik jitu menjawab soal-soal tes CPNS”, “Kiat-kiat menghadapi wawancara kerja”, “Cara menulis dan mengirim surat lamaran yang baik” sampai –yang membuat saya tersenyum geli ketika membaca judulnya– “Soal-soal tes CPNS plus berisi kunci jawaban”, dengan embel-embel tambahan di bawah judul “Dijamin soal-soal di dalamnya akan masuk di dalam tes CPNS 2010!” ^_^ hehehe.. saya bertanya sendiri dalam hati, jaminannya apa kalo soalnya ternyata tidak masuk? Trus kalo memang soal-soalnya masuk, itu artinya, soalnya sudah bocor duluan donk?? Wah, yang nulis buku itu pasti punya ilmu gaib sehingga bisa memprediksi dengan benar bahwa soalnya akan masuk dalam CPNS tahun ini. Adah-adah ajah!^^


Dan rak buku yang satunya memajang buku yang berhubungan dengan ‘Menciptakan Pekerjaan’. Mulai dari “Memulai usaha dengan modal di bawah satu juta”, “Memulai bisnis dari rumah”, “Berbisnis dengan cara On Line”, “Kiat bisnis makanan gerobak”, sampai dengan “Bergabung dengan usaha franchise atau menfrachisekan usaha sendiri” plus ditambah dengan lampiran undang-undang mengenai usaha franchise di dalamnya. Lengkap pokoknya!

Kedua buah rak buku yang saling berhadapan itu mengibaratkan dua pilihan saya setelah lulus kuliah. Dan saat ini saya sekarang berada berdiri di tengah-tengahnya mencoba membuat sebuah pilihan. Akan kemanakah saya setelah lulus kuliah?


Saya selalu dibayang-bayangi oleh dua buah pilihan sejak resmi tidak berstatus mahasiswa lagi. “sarjana yang pegawai ataukah sarjana yang pengusaha?” Lebih hebat yang mana? Lebih menjanjikan yang mana? Sebenarnya kedua pilihan itu sama menjanjikannya dan juga keduanya tak ada tanpa resiko. Ketika menjadi seorang pegawai atau karyawan pun setiap awal atau akhir bulannya kita dipastikan akan menerima hasil jerih payah dari apa yang telah dikerjakan, jumlah nominalnya pun sudah pasti, belum lagi jika kita mendapat upah dari lembur kerja. Dan jika memilih menjadi pebisnis, walau keuntungan tidak dapat dipastikan (dipengaruhi oleh beberapa faktor) namun dengan berbisnis, kita bebas mengatur waktu tanpa merasa terikat oleh jam kerja. Dan keuntungan materi yang bisa didapatkan terkadang atau malah sering (ini tergantung lagi oleh beberapa faktor) bahkan bisa melebihi 2, 3, 4, atau bahkan 10 x lipat gaji seorang pegawai atau karyawan (kecuali jika punya posisi sebagai seorang direktur perusahaan, tapi saya belum pernah menemukan kasus seorang sarjana S1 fresh graduate melamar untuk posisi sebagai direktur utama di sebuah perusahaan, hehehe, kalo ini sih mengada-ada!). intinya dengan berbisnis, walau tidak tamat kuliah pun, hasil materi yang diperoleh bahkan bisa menyamai gaji seorang direktur utama sekalipun.


Lanjut ke toko buku tadi. Buku apakah yang sebenarnya sedang saya cari saat itu? Pada musim CPNS sekarang ini, pasti orang-orang bisa menebak jika saya sedang mencari buku buku-buku mengenai contoh-contoh soal tes CPNS. Dan itu memang benar! Hehehehe. Keadaan yang membuat saya harus membeli buku semacam itu karena beberapa hari berikutnya, saya harus mengikuti sebuah tes cpns . Karena saya hanya membawa uang seperlunya saja, maka saya pun hanya melirik-lirik sebentar ke rak sebelah, pokoknya fokus ke tujuan awal saya datang ke toko buku itu. Namun apa daya, tak lama kemudian saya mendapati diri saya sendiri tengah memilih-milih buku yang ada di rak sebelah kanan dan mengacuhkan tujuan awal saya ke toko buku itu. Buku yang ada ditangan saya saat itu semuanya menarik dan mahal-mahal, hehehe. Apa daya, maksud hati ingin membelinya, namun isi kantong tak sampai, jadilah saya kembali ke rak sebelah kiri dan mencari-cari buku mengenai contoh soal-soal tes CPNS.


Mengapa akhirnya saya lebih memilih rak sebelah kiri itu atau dengan kata lain lebih memilih menjadi seorang pegawai? Kembali lagi ke harapan orang tua. Alasannya klasik sekali ya, tapi itulah kenyataannya. Langung menjadi orang kantoran begitu selesai kuliah adalah sebuah impian besar kedua orang tua saya (mungkin juga termasuk sebagian besar orang tua yang lainnya). Langsung diterima menjadi seorang pegawai atau karyawan setelah kuliah akan lebih baik daripada menyibuki diri mencari peluang usaha karena akan terkesan seperti seorang pengangguran (walaupun sebenarnya tidak juga). Namun saya tidak pernah menyalahkan orang tua akan harapan mereka. Harapan mereka sangatlah sederhana dan tentu saja hebat! yaitu melihat anaknya bisa berdiri sendiri. Namun, dengan cara apa nantinya saya bisa benar-benar berdiri sendiri, itu persoalan belakangan, yang penting turuti apa mau mereka dulu (selama itu masih hal yang baik). Sewaktu masih menjadi mahasiswa, saya pernah mengikuti seminar kewirausahaan. Ketika seorang penanya bertanya mengenai orang tuanya yang menginginkan dia untuk bekerja di sebuah perusahaan tertentu padahal saat itu, ia sedang gencar-gencarnya ingin memulai bisnis, lalu si pembicara menjawabnya dengan mengatakan beri pengertian dulu pada orang tua, berkompromilah dulu dengan mereka, jika semuanya tidak berhasil, maka turutilah apa keinginan mereka. Ridho orang tua, ridho Allah. Dan saya sekarang sedang dalam masa itu. Tapi saya yakin, apa pun keinginan anak mereka, selama itu yang terbaik dan diperoleh dengan cara yang baik pula, maka insyaallah orang tua akan merestui, tinggal kita saja yang menunjukkan pada mereka kesungguhan dan keseriusan kita. Dan akhirnya saya pun sadar, saya masih belum benar-benar menunjukkan kesungguhan saya dalam mencapai keinginan saya tersebut, menjadi seorang yang serius dalam berbisnis karena masih terus saja berkutat dengan mencari peluang usaha. Maka sambil mencari peluang usaha yang cocok dan betul-betul dapat saya tekuni nantinya, saya juga menuruti apa kata orang tua yaitu mencari pekerjaan. Jadi sambil menyelam, minum air ^_^

Akhirnya saya pulang dengan membawa dua buah buku di tangan saya, kesemuanya buku mengenai tes CPNS, tentu saja terlebih dahulu saya membayarnya di kasir. Kalaupun nantinya saya jadi pegawai atau karyawan, usaha masih bisa tetap jalan kan, hehehe. Dalam hati saya berjanji, jika awal bulan tiba dsaya akan kembali membeli buku yang tadinya berharap dapat saya beli :D (By_ipm_)

Buat Apa Susah, Jika Bisa Bahagia?


Sore itu, saya dan dua rekan kerja sesama penyiar, Mba Wulan dan Izki sedang menghabiskan potongan terakhir pisang epe yang telah lama kami idam-idamkan.  Sudah lama, kami menginginkan untuk bisa mencicipi kembali pisang epe keju coklat, setelah terakhir kami menikmatinya di suatu senja, tepat di depan Fort Rotterdam beberapa minggu yang lalu.

Di ruangan di lantai 2, kami bertiga mengelilingi meja bundar yang tidak terlalu besar, yang berada di tengah-tengah ruangan. Jam dinding menunjukkan pukul setengah enam sore. Di jam-jam segitu, biasanya beberapa karyawan sudah pulang dan tinggallah kami bertiga. Saya yang telah usai menunaikan tugas on air saya, menanti adzan maghrib sebelum pulang ke rumah, Mba Wulan yang masih harus melanjutkan sisa siarannya setelah adzan maghrib berkumandang dan izki yang menanti gilirannya on air setelahnya.

Kami pun lalu mengobrol ngalor ngidul dengan berbagai macam topik, yang selalu berubah-ubah.  Mulai dari kebiasaan kami yang suka jajan, apalagi dengan gorengan, sehingga entah siapa yang memulai ide konyol agar office boy kami, yang bernama Iren, kita minta saja untuk menanam pohon pisang dan juga umbi-umbian di depan studio. Yang membuat hal itu lucu adalah di depan studio, tidak terdapat tanah  tempat untuk menanam, karena langsung berhadapan dengan jalan raya besar. Lagipula, akan terlihat aneh, jika di depan stasiun radio kok ada kebun?? Belum lagi bercerita mengenai kelucuan, ketika Iren, yang kami minta bepergian untuk membeli pisang epe yang letaknya cukup jauh dari lokasi studio, demi memuaskan “ngidam” para perempuan-perempuan ini, sekembalinya dari membeli pesanan kami, memprotes dengan singkat, mengapa dia harus bepergian jauh hanya untuk sembilan biji pisang? Mungkin saat itu  dipikiran Iren, yang notabenenya seorang pendatang di Makassar,ketika membeli  seporsi pisang epe’, pembeli akan mendapatkannya setandan :D


Maknyoosss
Dari situ, kami pun melanjutkan  ke topik yang lain.

Kali ini topiknya berganti mengenai serba serbi perkuliahan. Izki dengan lika likui kuliahnya, Mba Wulan yang bercerita tentang dosen-dosen di almamaternya, UGM, dan saya yang cukup menjadi pendengar setia mereka :D sesekali menimpali dengan candaan.

Namun, tidak ada angin, tidak ada hujan, tiba-tiba Mba Wulan yang sambil mengaduk-ngaduk pisang epe’nya yang sudah hampir tamat, mengatakan, “Aku tuh, mikir, kalo masih bisa bahagia, ngapain harus sedih ya?” Entah apa yang menyebabkan Mba Wulan mengatakan hal seperti itu, namun saya dan izki tidak sadar akan ketidasadaran kami (halah!-..-) mengapa Mba Wulan tiba-tiba mengatakan hal seperti itu, tapi akhirnya saya dan izki kemudian mengangguk setuju.

Ternyata di bawah alam sadar kami (saya dan izki) kata-kata Mba Wulan itu terekam baik. Kalau masih bisa bahagia, kenapa harus sedih? Sewaktu Mba Wulan mengatakan hal itu, terkesan hanya nyeletuk saja, tapi maknanya dalam. Saya cukup tersentak, kenapa? karena saya selama ini secara tidak sadar menikmati kegalaun saya (akhirnya jujur juga -..-"), bersedih atas sesuatu yang sebenarnya jika dipikirkan ulang, adalah sesuatu yang tidak penting sama sekali. 

Lagipula dalam kehidupan, kesedihan dan kebahagiaan akan selalu datang dan pergi. Namun, bahagia itu lebih asyik, menyenangkan dan menguntungkan, jadi kenapa harus membuang waktu untuk brsedih?

Selalu ada dan pasti ada sesuatu yang bisa disyukuri dari kehidupan ini. Bahagia adalah pilihan, begitu juga kegalauan. Tinggal kita saja yang mengupayakan diri untuk merasakan salah satunya. Dan, kalo bisa memilih bahagia, kenapa harus sedih? 

Akhir kata, saya ucapkan sekian dan terima kasih atas perhatiannya (apa coba?). Oh iyah, sekalian, mau mengucapkan selamat ulang tahun ke Irend, tanpa jasa-jasamu, pisang epe' itu tidak akan terhidang di meja bundar studio dan mungkin tidak akan ada perbincangan kami  (lebay mode:on)


Salam pis,lop,and gehol  

Makassar, 2 Mei 2012


In our beloved studio v^_^v